Ekonomi Nasional Masih Mengkhawatirkan
03-02-2016 /
KOMISI XI
Ekonomi nasional pada 2016 ini diprediksi masih mengkhawatirkan. Utang luar negeri, nilai tukar rupiah, dan perkembangan ekonomi global, menjadi titik rawan perekonomian Indonesia ke depan sepanjang 2016 nanti.
Kritik atas kondisi terkini perekonomian nasional disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat dihubungi Rabu (3/2). Dia memaparkan secara detail titik-titik rawan yang mengancam perekonomian nasional. Nilai tukar rupiah yang kembali terdepresiasi menyebabkan minat investasi berkurang. Pada 2015 lalu, rupiah sempat melemah 11 persen. Ini harus menjadi perhatian pemerintah.
Di sektor utang luar negeri swasta, pemerintah perlu lebih serius memperhatikannya. Angka utang swasta sudah mencapai USD 167,5 miliar, jauh lebih tinggi daripada utang luar negeri pemerintah. “Utang itu akan memberi tekanan berat pada nilai tukar rupiah ketika The Fed menaikkan suku bunganya,” tandas Heri.
Catatan kritis lainnya yang disampaikan Anggota F-Gerindra itu adalah menyangkut capital outflow investor asing di pasar saham Indonesia. Nilainya sudah mencapai Rp2,32 triliun, jauh lebih tinggi daripada capital outflow Filipina yang hanya Rp596,7 miliar. “Ini mengindikasikan negatifnya persepsi dan kepercayaan pasar,” ungkap Heri.
Selanjutnya, pemerintah juga diimbau berhati-hati menghadapi capital inflow di pasar obligasi. Sepanjang Januari 2016, lanjut Heri, investor asing mencatatkan total capital inflow ke Indonesia sebesar Rp18,95 triliun. Angka ini melampau capital inflow investor asing di negara-negara tetangga seperti Malyasia Rp10.32 triliun, Filipina Rp8,68 triliun, dan Thailand Rp15,72 triliun.
“Kepemilikan asing atas Surat Berharga Negara (SBN) harus dikelola dengan kehati-hatian penuh. Tercatat, kepemilikan asing pada SBN yang dapat diperdagangkan meningkat dari Rp558,65 triliun pada 4 Januari 2016 menjadi Rp576,58 triliun pada 28 Januari 2016,” jelas Heri lebih lanjut.
Politisi dari dapil Jabar IV ini juga mengkritik intervensi pasar yang dilakukan BI. Menurutnya, intervensi ini harus dikontrol ketat mengingat cadangan devisa yang terus menipis, apalagi ada potensi distorsi di pasar uang. Titik-titik kerawanan ini harus menjadi perhatian pemerintah agar terus berhati-hati dalam mengambil kebijakan ekonomi.
Heri melihat, ke depan, pertumbuhan ekonomi nasional akan sangat bergantung pada belanja dan investasi pemerintah. “Selama ini, ekonomi masih tertolong oleh konsentrasi modal pada pembangunan infrastruktur yang sebetulnya juga dibiayai utang.” Di sisi lain, perlambatan ekonomi global yang terus berlanjut hingga kini, mengharuskan Indonesia tak boleh lagi berharap pada pasar eksternal.
Perlambatan ekonomi global tersebut ditandai dengan penurunan harga-harga komoditas dan perubahan haluan ekonomi Tiongkok yang cenderung hanya ingin memperkuat ekonomi domestiknya. Heri menambahkan, masih ada setor energi yang butuh perhatian serius pemerintah.
Penurunan harga minyak dunia yang telah menembus angka USD 30 per barel menjadi sinyal kuat bahwa APBN 2016 harus segera dikoreksi. “Seluruh asumsi yang dibangun harus segera dikoreksi. Jika tidak, maka seluruh target ekonomi nasional bisa macet, bahkan terancam tak terlaksana. (mh), foto: arief/parle/hr.